(WM, 26/10/2013) - Menipisnya bahan bakar fosil, meningkatnya harga minyak mentah dan masalah pemanasan global yang memprihatinkan menyebabkan perhatian dunia mengarah ke sumber energi terbarukan. Pada saat ini pemanfaatan biomassa lignoselulosa dapat memberikan jalur alternatif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar dan produksi bahan-bahan kimia. Berdasarkan kesiapan bahan baku yang dipakai, bahan bakar dibedakan menjadi bahan bakar primer dan sekunder. Bahan bakar primer seperti kayu bakar dan lemak hewan digunakan secara langsung untuk pemanasan, memasak dan produksi listrik. Bahan bakar sekunder seperti biodiesel dan bioetanol terbagi menjadi tiga generasi, generasi pertama yang berasal dari bahan pangan sebagai bahan baku untuk produksi bahan bakar. Produksi bahan bakar generasi pertama ini mempunyai kerugian yaitu adanya batasan lingkungan dan ekonomi, karena seiring dengan meningkatnya produksi bahan bakar maka akan terjadi persaingan lahan yang digunakan antara produksi pangan dan kapasitas produksi bahan bakar. Persaingan ini menyebabkan situasi kekurangan bahan pangan yang parah, dimana lebih dari 800 juta jiwa di dunia sedang menderita masalah kelaparan dan gizi buruk. Berbeda dari generasi pertama, bahan bakar generasi kedua dihasilkan dari produk samping pertanian dan sisa-sisa dari perindustrian yang tidak bersaing dengan produksi bahan pangan. Yang terakhir adalah bahan bakar generasi ketiga yang berasal dari mikroalga, dimana perawatan mikroalga sendiri membutuhkan banyak biaya serta desain proses yang efektif untuk mendukung perkembangbiakan mikroalga. Generasi ketiga masih sangat sulit diterapkan di Indonesia. Hal tersebut melatarbelakangi Jindrayani Nyoo Putro, mahasiswi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya untuk membuat penelitian mengenai pemanfaatan kulit kacang sebagai sumber bahan baku baru untuk produksi intermediate Bahan Bakar Bio-Jet. “Insiprasi saya untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang kulit kacang muncul ketika saya sedang makan gado – gado. Saya pikir akan sayang sekali kalau kacang yang menjadi bahan dasar bumbu makanan ini, kulitnya dibuang percuma,” ujarnya sambil terbahak.
Dengan modal dasar pengetahuan bahwa lignoselulosa yang terkandung dalam kulit kacang menarik perhatian para peneliti didunia untuk dijadikan bahan dasar bio jet fuel, maka Jindra melakukan penelitian lanjutan tentang kulit kacang ini. “Lignoselulosa ini bersifat carbon neutral, bahan ini sama sekali tidak memberikan efek buruk terhadap lingkungan tetapi mampu mengatasi masalah efek gas rumah kaca. Sintesa Lignoselulosa hanya mengambil energi dari matahari, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dari lingkungan, bahkan melepas oksigen (O2) yang berguna untuk kehidupan mahkluk lainnya,” ungkap Jindra yang lebih suka menghabiskan waktu luangnya di laboratorium kampus untuk melakukan penelitian. Penelitian tentang kulit kacang ini berhasil membawa Jindra ke kancah Internasional. Jindra memenangi ajang Tokyo Tech Indonesian Commitment Awards 2013 (TICA) dalam bidang Applied Science and Engineering. “Saya tidak memiliki ekspektasi untuk meraih kemenangan, karena kompetitor juga hebat – hebat. Namun, Puji Tuhan, saya bisa memenangi kompetisi TICA dan tanggal 6 - 11 November 2013 nanti saya berada di Jepang untuk mempresentasikan hasil penelitian ini,” pungkas anak sulung dari empat bersaudara ini.
Jindra menjelaskan bahwa sumber daya alam bisa dijadikan sebagai bahan baku yang berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, hal ini juga sekaligus mengurangi biaya bahan baku pembuatan bahan bakar dan ramah lingkungan. “Di Eropa dan Amerika, pemerintah mulai peduli pada sumber daya alam pengganti bahan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, karena lama kelamaan akan habis. Saya melihat bahwa kulit kacang ini memiliki prospek yang baik sebagai sumber daya alam yang bisa digunakan di Indonesia karena jumlahnya berlimpah dan murah,” ucap mahasiswi semester 5 jurusan Teknik Kimia WM yang memiliki ambisi untuk mendapat beasiswa dan melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang doktoral dan berkarir dalam bidang riset dan pengembangan. “Jujur, saya sempat pesismis penelitian saya ini bisa menang, karena saya tahun lalu ikut TICA dan kalah, sama sekali tidak masuk nominasi. Pada saat itu, saya patah hati dan menangis. Rasanya bahkan lebih sakit daripada habis diputus pacar. Saya tidak mau melakukan penelitian lagi selama 1 semester. Semester 5 ini saya kembali aktif untuk melakukan penelitian, karena memang keinginan saya untuk bekerja pada bidang riset dan pengembangan. Saya bisa jatuh, tapi saya harus bangkit lagi demi orang tua dan impian saya,” ujarnya dengan penuh semangat diakhir wawancara. (redaksi)
No comments:
Post a Comment